Letnan Kolonel Laut (P) Waluyo (Foto: Insight TNI)

JAKARTA, iNews.id - Kisah kuli bangunan yang kini menjadi Komandan KRI Bima Suci bisa menjadi inspirasi. Cerita itu dialami Letnan Kolonel Laut (P) Waluyo.

Semasa kecil, Letkol Laut (P) Waluyo mengaku sama sekali tidak pernah bercita-cita menjadi seorang TNI, terlintas pun tidak dipikirannya. Mungkin, hal itu juga dilatarbelakangi kondisi ekonomi keluarganya yang tidak seberuntung teman-temannya. 

Ketika menempuh pendidikan di sekolah dasar (SD) hingga berlanjut ke sekolah menengah pertama (SMP), dia harus hidup dalam kesederhanaan.

Bahkan, salah satu puncak terpahit dalam hidupnya ialah terpaksa harus memupus mimpi untuk bisa menyambung pendidikan ke sekolah menengah atas (SMA). Alasannya, tidak memiliki biaya.

Yang jelas, jangan bayangkan atau membandingkan kemudahan akses pendidikan di zaman itu dengan kondisi saat ini. Tentu saja kondisinya akan berbeda jauh.

Luapan kesedihan dan perasaan iba karena tidak bisa melanjutkan pendidikan dia tumpahkan. Ia ingat betul memiliki seorang teman sejak duduk di bangku SD hingga SMP melanjutkan studi ke SMA. Sementara, Waluyo hanya bisa menahan impiannya dan seakan pupus karena terhalang masalah finansial.

"Teman saya langsung masuk SMA, sementara saya harus berhenti karena orang tua saya tidak mampu," ucap Letkol Laut (P) Waluyo.

Dengan mengenakan seragam TNI AL beserta motif loreng khas militer, dia kembali melanjutkan pedihnya perjuangan kala itu. Rasa gigih dan tidak kenal kata menyerah sepertinya memang sudah ada dalam dirinya sejak masih remaja.

Hal itu setidaknya tergambar ketika dia melihat dan menatap hasil Daftar Nilai Ebtanas Murni (DANEM) SMP Tahun 1991/1992 miliknya. Secarik kertas putih dan sedikit buram, namun masih terlihat jelas tertulis sejumlah deretan nilai Waluyo remaja.

Waluyo merupakan siswa lulusan SMPN 1 Karanganyar, Rayon Kebumen, Jawa Tengah. Pada saat dia menamatkan studi, ada enam mata pelajaran DANEM. Hasil yang diperolehnya juga cukup atau terbilang bagus atau setidaknya sayang jika tidak melanjutkannya ke bangku SMA.

Untuk nilai Mata Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Waluyo meraih hasil paling tinggi yakni 8,67 disusul Bahasa Indonesia 8,11, Matematika 7,33, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) 5,67, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 6,83, dan paling rendah Bahasa Inggris 4,40 dengan penjumlahan akhir 41,01.

Melihat rata-rata nilai yang diraihnya, Waluyo merasa layak dan bisa masuk ke sekolah favorit di daerah Gombong.

"Saya kasihan dengan NEM saya ini. Saya harus memanfaatkannya untuk melanjutkan sekolah," kata dia sembari tersenyum.

Demi menyambung ke sekolah favoritnya, Waluyo menanamkan tekad kuat dan rela menjadi kuli bangunan. Itu adalah satu-satunya cara agar dia bisa melanjutkan pendidikan meskipun dia sadar betul harus tertinggal sekian tahun dari teman-teman seusianya.

Baginya, menjadi tukang atau kuli bukanlah sebuah kehinaan melainkan jadi suatu pelecut semangat demi menggapai mimpi. Selama dua tahun, Waluyo bekerja keras menjadi kuli.

Dia ikut bersama kakaknya yang bekerja sebagai kuli bangunan. Selain untuk menyambung pendidikan sebagaimana yang didambakannya, tentu saja hal itu sekaligus untuk membantu meringankan beban orang tua yang terhimpit masalah ekonomi.

Setelah dua tahun bekerja sebagai kuli, uang atau upah yang dia terima selama itu selalu ditabung. Pada akhirnya, saat penerimaan siswa tahun ajaran baru, Waluyo ikut mendaftar ke SMA favoritnya yakni SMA Negeri Gombong.

"Alhamdulillah, saya mendaftar dan diterima," ujar dia.

Termotivasi

Seiring berjalannya waktu, Waluyo menikmati masa-masa mengenakan seragam putih abu-abu. Pada suatu momen, sekolahnya kedatangan para Taruna Akademi Militer (Akmil).

Tidak disangka, dari beberapa Taruna Akmil yang datang ke sekolahnya, Waluyo seolah mengenali satu di antaranya. Benar saja, dia cukup kaget dan haru melihat teman sewaktu SD dan SMP kini telah menjadi Taruna Akmil.

Sejak kejadian itu, dia mulai terinspirasi untuk menjadi taruna layaknya temannya tersebut. Setelah menamatkan pendidikan, dia mendatangi kedua orang tua dan kerabat terdekat menyampaikan keinginan menjadi seorang taruna. Satu persatu, Waluyo menyambangi sanak familinya sembari meminta doa agar diterima menjadi taruna.

Pada saat akan mendaftar calon Taruna Akmil, Waluyo menegaskan hanya bermodalkan doa dari kedua orang tua dan keluarga besar. 

"Saya hanya minta doa restu, saya ingin mendaftar taruna," kata dia.

Kekuatan doa orang tua, saudara, kakek, nenek dan keluarga besar membawa berkah yang begitu besar kepada Waluyo. Dia dinyatakan lulus dan diterima di TNI AL. Kini, dia dipercaya oleh TNI menjabat sebagai Komandan Kapal KRI Bima Suci.


Editor : Nani Suherni

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network