Kasus Dugaan Mark Up Perjalanan Dinas, 44 Anggota DPRD Tanggamus Segera Diperiksa
BANDARLAMPUNG, iNews.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung bakal memeriksa 44 anggota DPRD Kabupaten Tanggamus terkait dugaan mark up anggaran perjalanan dinas. Pemeriksaan segera dilakukan.
"Untuk anggota dewan kita belum melakukan pemeriksaan sama sekali. Kita baru melakukan ke sekretariat," ujar Asisten pidana khusus (Aspidsus) Kejati Lampung Hutamrin saat ekspose di kantornya, Rabu (12/7/2023).
Hutamrin mengatakan, para anggota DPRD Tanggamus tersebut akan dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi. Sementara, penetapan tersangka baru dapat disimpulkan berdasarkan hasil pengembangan dari jaksa penyidik.
Hutamrin mengungkapkan, total seluruh anggota DPRD Tanggamus berjumlah 45 orang. Namun, yang akan diperiksa hanya 44 legislator karena satu orang telah meninggal dunia.
Sebelumnya, Kejati Lampung melakukan penyidikan dugaan mark up terkait surat pertanggungjawaban (SPJ) penginapan anggaran perjalanan dinas yang dilakukan oleh DPRD Tanggamus. Perbuatan itu ditaksir merugikan keuangan negara senilai Rp7,7 miliar.
"Dalam kasus ini, kami menemukan adanya mark up perjalanan dinas yang dilakukan oleh pimpinan DPRD dan anggota DPRD Tanggamus dengan potensi kerugian negara Rp7,7 miliar," ujar Hutamrin.
Hutamrin menjelaskan, perbuatan tersebut dilakukan untuk perjalanan dinas di dalam maupun luar kota pada 2021 lalu yang terdiri dari biaya penginapan, hingga anggaran paket meeting dalam kota maupun luar kota.
Menurut Hutamrin, mark up perjalanan dinas itu terjadi pada penggelembungan biaya penginapan terhadap empat pimpinan DPRD dan 44 anggota DPRD di hotel yang ada di Lampung dan luar Lampung.
"Ada komponen biaya penginapan APBD dan belanja dinas rapat untuk pimpinan DPRD dan anggota DPRD sebesar Rp14 miliar, sudah terealisasi sebesar Rp12 miliar," katanya.
Berdasarkan hasil penyelidikan sejak Februari 2023, kata Hutamrin, Kejati Lampung menemukan ada tiga modus yang dilakukan DPRD Tanggamus. Di antaranya dengan cara harga kamar yang tercantum pada bill hotel terlampir dalam SPJ lebih tinggi dibandingkan harga sebenarnya.
"Jadi mark up tarif hotel. Lalu, tagihan (bill) hotel fiktif di lampiran SPJ, di mana nama tamu yang ada di bill hotel dan SPJ tidak pernah menginap berdasarkan sistem yang ada di hotel," katanya.
Terakhir, berdasarkan catatan sistem komputer, ditemukan anggota DPRD menginap 2 orang untuk satu kamar, namun di SPJ dibuat masing-masing satu kamar.
"Jadi bill hotel dilampirkan di SPJ dibuat masing-masing satu nama dan kemudian harganya di mark up. Bill tersebut dicetak dengan bantuan dari pihak travel," kata Hutamrin.
Dia mengungkapkan, ada empat travel yang diduga membantu perbuatan mark up anggaran itu, yakni Travel W, Travel SWI, Travel A, Travel AT. Adapun biaya hotel perjalanan dinas tersebut terbagi di beberapa daerah di antaranya 2 hotel di Bandarlampung, 2 di Jakarta, 12 di Jawa Barat dan 7 di Sumatera Selatan.
"Kasus ini kemarin telah kami tingkatkan dari penyelidikan menjadi penyidikan umum dan telah melakukan ekspos di Kejagung. Indikasi kerugian negara saat ini sebesar Rp7,7 miliar, tapi nanti secara riil akan dihitung melalui audit untuk mengetahui berapa nilai sebenarnya," tuturnya.
Editor: Rizky Agustian