Kisah Jenderal Hoegeng Jadi Hippies, Rambut Gondrong dan Kemeja Bunga
JAKARTA, iNews.id - Siapa sangka sosok Kapolri kelima, almarhum Jenderal Polisi (Purn) Drs H Hoegeng Iman Santoso pernah menjadi seorang hippies. Dia pernah berambut gondrong, berkumis tipis, mengenakan kalung hingga kemeja bunga-bunga.
"Saya pakai wig gondrong, kemeja bunga-bunga, syal di leher. Pokoknya seperti orang gila," kata Hoegeng dalam buku: Hoegeng,Oase Menyejukkan Di Tengah Perilaku Koruptif Para Pemimpin Bangsa.
Namun, penampilan hippiesnya Jenderal Hoegeng itu bukan dalam kehidupan kesehariannya. Saat itu, dia sedang menyamar untuk menyelidiki kasus narkoba yang sedang marak di Indonesia sekitar tahun 1960-1970an.
Penyamanran itu dilakukan atas saran anak buahnya, Hoegeng pun menyamar sebagai seorang hippies. Berambut gondrong, berkumis tipis, pakaian urakan, sapu tangan diikat di leher, menggenakan kalung, dan menyelipkan bunga mawar di telinganya.
"Saya memang gemar menyamar. Anak buah saya menyuruh berdandan seperti anak muda 1970-an," katanya.
Untuk melengkapi penyamarannya, Hoegeng pun menambah aksesoris patung tengkorak dan mengisap rokok. Alhasil penampilan Hoegeng pun berubah total dan tak ada yang menggenalinya karena dirinya berubah bak seorang Hippies yang sedang teler.
Penyamaran ini dilakukan setelah Hoegeng menerima banyak laporan merebaknya pemakaian narkoba jenis ganja di Jakarta. Hal ini menarik minat Hoegeng untuk menyelidiki sendiri secara langsung.
Dia pun memutuskan melakukan penyamaran untuk mendapat informasi yang valid.
Menurutnya, dalam kurun 1960 hingga 1970-an, para pemuda menggandrungi grup musik rock asal Barat dan meniru gaya hidup para rocker. Termasuk beberapa kebiasaan buruk, seperti penyalahgunaan narkoba (ketika itu yang terkenal Mariyuana) dan seks bebas.

Bahkan di Barat muncul istilah Generasi Bunga yang menentang kemapanan dan segala bentuk kekerasan. Penampilan merak memiliki ciri khas, berpakaian tak karuan, rambut gondrong, gemar musik rock, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas.
Hoegeng bercerita, dia melakukan penyamaran karena penasaran melihat generasi muda waktu itu sangat menggemari Mariyuana atau Ganja. Dalam penyamaran ke daerah-daerah di Jakarta, Hoegeng mendatangi tempat berkumpul kaum Hippies.
Berhari-hari Hoegeng bergaul dengan kaum Hippies tanpa seorangpun yang mengenalinya. Dia pun meninggalkan keluarganya dan berkelana ke penjuru Jakarta seperti orang asing.
"Yang menggelikan, saya tidak berani mencoba Mariyuana. Hanya merokok dan bertanya macam-macam kepada anak-anak muda itu," kata Hoegeng.
Hoegeng mengungkapan beberapa fakta mencengangkan yang ditemukan saat penyamaran menyelidiki kasus narkoba. Di antaranya bocah pencandu yang biasa membeli mariyuana di pedagang rokok secara diam-diam.
Sejak 1971 bencana penyalahgunaan narkoba di Indonesia mulai mendapat perhatian secara serius dari masyarakat umum dan khususnya pemerintah.
Untuk itu, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang RI No9/1976 tentang Narkotika dan membentuk badan khusus untuk menangani masalah narkotika yaitu Badan Koordinasi Pelaksana (BAKOLAK) INPRES No. 6/1971 sub team narkotika.
Maraknya peredaran narkoba juga membuat Hoegeng mendatangi Sidang Interpol di Brussel, Belgia, pada September 1970. Sebab, narkoba telah menjadi isu dunia dan posisi Indonesia tak jauh dari kawasan narkoba yakni Segi Tiga Emas di Indochina. Dalam sidang itu, Hoegeng mendapat informasi lengkap soal narkoba dan jalur peredarannya.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto