Mantan Rektor Unila Karomani dkk Didakwa Berlapis Kasus Suap
BANDARLAMPUNG, iNews.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa mantan Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani dengan pasal berlapis dalam kasus suap. Dakwaan yang sama juga diberikan kepada dua tersangka lain yakni mantan Wakil Rektor Unila Heryandi dan mantan Ketua Senat Unila M Basri.
Dakwaan itu dibacakan JPU Agung Satrio Wibowo dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Tanjung Karang, Bandarlampung, Selasa (10/1/2023).
"Terdakwa Karomani selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama telah melakukan atau turut serta melakukan berbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri, yaitu menerima hadiah atau menerima uang," kata Agung.
Mantan Rektor Unila, Karomani didakwa Pasal 12 huruf b jo pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selain itu Karomani juga didakwa pasal 11 jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selanjutnya Karomani didakwa pasal 12 B ayat (1) jo pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan, JPU menyebutkan bahwa uang yang didapat Karomani berasal dari para orang tua yang anaknya diluluskan masuk ke Unila melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) maupun jalur Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN). Penerimaan uang itu berlangsung sejak 2020.
"Perbuatan tersebut bertentangan dengan kewajiban terdakwa dan Heryandi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme," katanya.
Editor: Reza Yunanto