LAMPUNG, iNews.id – Legenda Ratu Melinting dan Ratu Darah Putih menjadi salah satu cerita rakyat dari Lampung yang cukup populer. Anda tentu berpikir bahwa ratu merupakan sebutan bagi pasangan seorang raja. Dalam kisah Ratu Melinting, ini adalah hal yang berbeda.
Ratu merupakan sebutan bagi raja yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu daerah. Daerah yang dipimpin pun berbentuk keratuan bukan kerajaan.
Beikut kisah Legenda Ratu Melinting dan Ratu Darah Putih yang dirangkum, Minggu (26/12/2021).
Pada zaman dahulu di Lampung ada sebuah Keratuan Pugung yang dipimpin oleh Ratu Galuh atau bisa disebut dengan Ratu Pugung. Ia memiliki dua anak laki-laki yang bernama Seginder Alam dan Gayung Gerunggung.
Sigender Alam mempunyai seorang anak gadis bernama Putri Sinar Kaca, sedangkan Gayung Gerunggung juga memiliki seorang anak perempuan yaitu Putri Sinar Alam. Keduanya merupakan gadis yang cantik dan lemah lembut.
Pada suatu hari, Sultan Maulana Hasanudin Banten alias Sultan Banten berkunjung ke Lampung untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam.
Saat sedang mandi, Sultan Banten melihat cahaya terang yang memancar dari bumi ke langit. Hal inimembuat Sultan Banten berfirasat ada seorang putri yang dapat menciptakan hal baik bila ia menikahinya.
Sultan Banten kemudian menemui Ratu Galuh dan menanyakan perihal tersebut. Mendengar cerita Sultan Banten, Ratu Galuh mengenalkan pada cucunya yaitu Putri Sinar Alam. Melihat keelokan Putri Sinar Alam, Sultan Banten langsung jatuh cinta dan mereka pun menikah.
Tak berselang lama, Sultan Banten harus kembali ke Banten sementara waktu dan tidak mengajak Putri Sinar Alam. Saa di Banten, dia melihat kembali cahaya terang dari bumi ke langit.
Hal itu membuat dirinya berpikir bahwa cahaya itu berasal dari Pugung, yang artinya Putri yang dia nikahi bukanlah Putri yang memiliki sinar itu.
Setelah kejadian itu, Sultan Banten kembali ke Pugung dan menanyakannya ke Ratu Galuh. Mendengar hal tersebut, Ratu Galuh langsung memperkenalkan cucunya lagi yaitu Putri Sinar Kaca. Sultan Banten pun menikahi Putri Sinar Kaca.
Waktu berjalan hingga Putri Sinar Kaca dan Putri Sinar Alam mengandung anak dari Sultan Banten dalam waktu yang hampir bersamaan. Kemudian lahirlah dua orang putra bernama Kejalo Bidin, anak dari Putri Sinar Kaca, dan Kejalo Ratu anak dari Putri Sinar Alam.
Sayangnya Sultan Banten tak hidup bersama mereka. Dia berada di Banten dan tak pernah mengunjungi anak dan istrinya.
Kejalo Ratu dan Kejalo Bidin tumbuh bersama menjadi anak yang baik. Mereka kemana-mana selalu bersama, dan hal ini yang membuat Putri Sinar Alam dan Putri Sinar Kaca hidup damai dan merasa bahagia tanpa Sultan Banten.
Seiring berjalannya waktu, mereka semakin mengerti dan bertanya mengenai sosok seorang ayah. Mereka bertanya mengapa semua anak mempunyai ayah, namun Kejalo Ratu dan Kejalo Bidin tidak punya ayah. Hal ini membuat mereka kerap diejek oleh teman-temannya.
Mendengar hal ini, nenek mereka Ratu Galuh pun merasa kasihan. Kemudian Ratu Galuh memberitahu kepada Kejalo Ratu dan Kejalo Bidin bahwa mereka mempunyai ayah yang bernama Sultan Maulana Hasanudin Banten. Ratu Galuh juga menceritakan kepribadian Sultan Banten.
Mendengar hal tersebut, keduanya sangat antusias dan ingin bertemu dengan ayahnya. Namun mereka dilarang karena masih terlalu kecil.
Hari demi hari berganti, Kejalo Ratu dan Kejalo Bidin beranjak dewasa dan mereka memutuskan untuk mengunjungi ayahnya di Banten. Untuk sampai di Banten, mereka harus melewati Muara Kuala yang lumayan panjang dan luas.
Saat menyeberangi Muara Kuala mereka kekurangan bekal. Hanya Kejalo Bidin yang melanjutkan perjalanan mencari ayahnya. Kejalo Ratu tinggal di sebuah pelabuhan.
Sesampainya di Banten, Kejalo Bidin tak mengalami kesulitan untuk mencari ayahnya lantaran Sultan Banten sosok yang terkenal. Namun Sultan Banten tak langsung percaya bahwa Kejalo Bidin adalah anaknya.
Sang sultan pun memberi syarat pada Kejalo Bidin yaitu untuk tidur di atas daun pisang selama tiga hari tiga malam. Jika daunnya tidak layu maka Kejalo Bidin merupakan anaknya.
Mendengar hal tersebut, Kejalo Bidin langsung setuju. Setelah tiga hari tiga malam, ternyata daun pisang tersebut tidak layu.
Karena keberaniannya pergi ke Banten, Kejalo Bidin mendapatkan gelar kehormatan dari sang ayah yaitu Minak Kejalo Bidin. Dia juga mendapatkan hadiah berupa peti yang berisi bula-bula (guci dari tanah yang dalam nya merupakan air suci). Bula-bula ini merupakan barang yang sakti.
Kejalo Ratu yang sempat tinggal di pelabuhan pun melanjutkan perjalannya ke Banten. Sultan Banten lagi-lagi tak percaya begitu saja. Dia memberikan syarat bagi Kejalo Ratu. Dia akanmenorehkan pedang ke dahi Kejalo Ratu. Jika benar anak Sultan Banten, maka darah yang keluar adalah berwarna putih dan merah.
Kejalo Ratu yang mendengar hal tersebut pun tak takut namun bersedia. Sultan Banten menorehkan pedangnya ke dahi Kejalo Ratu dan mengucurlah darah merah bercampur putih. Melihat hal itu, Sultan Banten pun percaya.
Sama halnya dengan Kejalo Bidin, Kejalo Ratu pun mendapat gelar spesial dari ayahnya. Dia juga mendapat kancing lawang luri sebagai hadiah. Kancing lawang luri memang terlihat biasa saja, namun jika Kejalo Ratu membutuhkannya, kancing tersebut akan berubah menjadi keris sakti.
Ketika kembali ke Pugung, keduanya menceritakan semua peristiwa saat bertemu dengan Sultan Banten kepada Ratu Galuh. Sang nenek yang melihat hal tersebut merasa bahwa cucunya memiliki kemampuan untuk memimpin.
Kemudian Ratu Galuh memberikan kekuasaan pada mereka. Minak Kejalo Bidin memimpin kawasan Melinting, sementara Minak Kejalo Ratu Darah Putih memimpin Kalianda.
Daerah Minak Kejalo Bidin mendapat sebutan Keratuan Melinting hingga disebut Ratu Melinting. Sedangkan Minak Kejalo Ratu Darah Putih lebih populer dengan sebutan Ratu Darah Putih.
Ratu Melinting dan Ratu Darah Putih memimpin Keratuan Melinting dan Keratuan Kalianda dengan sangat bijaksana dan adil. Berkat hadiah dari sang ayah yaitu Sultan Banten, mereka bisa mengalahkan serangan dari para musuh yang ingin meruntuhkan kekuasaan mereka.
Itulah cerita rakyat Lampung tentang legenda Ratu Melinting dan Ratu Darah Putih. Dari cerita ini, hal penting yang bisa dipelajari adalah keberanian. Memang keberanian memiliki banyak rintangan, namun dengan keberanian akhirnya beberapa tokoh akan mendapatkan kemenangan.
Begitu juga hidup. Kita adalah tokoh utama dalam cerita kita saat kita berani dan mampu untuk keluar dari zona nyaman, kita akan mendapatkan kemenangan dan kebahagiaan.
Editor : Reza Yunanto
Artikel Terkait