Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti bersilaturahmi ke Pondok Pesantren (Ponpes) Wali Songo di Abung Selatan, Lampung Utara. (Foto: Istimewa)

LAMPUNG UTARA, iNews.id - Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti bersilaturahmi ke Pondok Pesantren (Ponpes) Wali Songo di Abung Selatan, Lampung Utara. Dalam kunjungannya itu, La Nyalla mengatakan pondok pesantren merupakan prototype dari masyarakat madani. 

“Pondok Pesantren prototype dari masyarakat madani atau civil society. Sebab, sejak dulu, pondok selalu bercirikan mandiri, menjadi solusi bagi masyarakat sekitar serta memberi kontribusi bagi bangsa dan negara ini,” kata La Nyalla dalam pidatonya, Jumat (12/3/2021) siang.  

Ketua DPD AA La Nyalla Mahmud Mattalitti bersilaturahmi ke Pondok Pesantren (Ponpes) Wali Songo di Abung Selatan, Lampung Utara. (Foto: Istimewa)

La Nyalla mengatakan, di zaman sebelum kemerdekaan, ponpes sudah menjadi institusi civil society. Saat itu, ponpes tidak hidup dari dana atau santunan yang diberikan oleh penjajah Belanda. Namun, para santri bisa hidup mandiri dari bercocok tanam dan semangat gotong royong bersama masyarakat sekitar. 

“Pondok juga jadi solusi bagi masyarakat sekitar. Ada yang sakit, minta doa ke kiai. Ada yang tidak punya beras, datang ke pondok. Ada yang punya masalah, minta nasehat kiai, dan seterusnya,” kata Senator yang kerap dijuluki Mr Tahajud Call itu. 

Menurut La Nyalla, ini artinya pondok benar-benar menjadi institusi masyarakat madani. Karena itu, peran ulama dan kiai-kiai pengasuh pondok pesantren saat itu juga tidak bisa dihapus dari sejarah kemerdekaan Indonesia. 

Ini juga termasuk peran para ulama dan kiai se- Nusantara dalam memberikan pendapat dan masukan kepada BPUPKI atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang kemudian menjadi PPKI atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. 

Begitu juga sikap legowo para ulama dan kiai yang demi keberagaman, setuju mengganti dan menghapus anak kalimat ‘Piagam Jakarta’ yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kalimat pada pembukaan UUD 1945 diganti menjadi ‘Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa’. 

“Puncak dari perjuangan di masa itu dengan lahirnya Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945 oleh Kiai Haji Hasyim Asy’ari di Surabaya,” katanya.

Mantan ketua umum PSSI itu mengatakan, dari sejarah tersebut, para ulama dan kiai serta santri dalam wajah Indonesia bukan hanya perintis kemerdekaan, tetapi juga pemilik saham mayoritas. Negara juga sudah mengakui dengan memberikan gelar pahlawan nasional kepada banyak tokoh ulama dan kiai di Indonesia. 

"Ini termasuk pengakuan terhadap kontribusi Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 di Surabaya. Tanggal 22 Oktober ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo menjadi Hari Santri dan masuk dalam kalender hari besar yang diperingati,” kata LaNyalla yang dikenal dekat dengan para kiai pengasuh ponpes itu.

La Nyalla menambahkan, sampai hari ini, cinta bangsa tersebut tetap ditunjukkan dengan peran pondok pesantren sebagai penjaga nilai-nilai moral atau akhlak warga bangsa.

Kedatangan La Nyalla merupakan rangkaian kunjungan kerja ke Provinsi Lampung. Sebelumnya La Nyalla juga bersilaturahmi ke Ponpes Wali Songo di Kabupaten Lampung Tengah. 

La Nyalla turut didampingi empat Senator asal Lampung, Ahmad Bastian, Bustami Zainudin, Abdul Hakim dan Jihan Nurlela. Dalam acara itu juga hadir Bupati Lampung Utara, Budi Utomo serta Ketua Yayasan Ponpes Wali Songo, HM Abu Noer Choiri dan Pengasuh Ponpes Wali Songo, KH Noer Qomaruddin. 


Editor : Maria Christina

BERITA POPULER
+
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network