Kecewa Hasil Autopsi, Keluarga Advent Siswa SPN Tewas saat Pendidikan Mengadu ke DPR
BANDARLAMPUNG, iNews.id - Keluarga mendiang Advent Pratama Telaumbanua ke Komisi III DPR RI. Langkah ini sebagai tindak lanjut dugaan kejanggalan kematian saat menjalani pendidikan di Sekolah Polisi Negara (SPN) Polda Lampung.
Pengaduan tersebut lantaran mereka kecewa dan tidak puas dengan hasil autopsi yang menyebutkan penyebab kematian Advent Pratama Telaumbanua karena penyakit jantung.
"Benar (mengadu ke Komisi III DPR RI), saat ini sedang di Jakarta di DPR RI," ujar kuasa hukum keluarga, Salatieli Daeli, Selasa (5/9/2023).
Disinggung apakah aduan sudah diterima dan apa poin-poin yang diadukan, Salatieli mengaku belum bisa membeberkan hal tersebut karena masih proses pengaduan.
"Salah satunya (aduan) kita tidak terima hasil kesimpulan autopsi dari RS Adam Malik Medan. Sementara belum bisa berikan info apa-apa biar berproses dulu ya, kami akan update setelah urusan di DPR RI selesai ya," ungkapnya.
Selain DPR RI, kata Salatieli, pihak keluarga juga akan mengadu ke semua lembaga negara terkait keluhan dan kekecewaan hasil autopsi tersebut.
"(Aduan) semua lembaga negara, Komnas HAM, Presiden dan lainnya," katanya.
Sementara paman almarhum Advent, Rahmat Telaumbanua mengatakan, pihaknya telah dijadwalkan akan bertemu Komisi III DPR RI pada pekan depan.
Sebelumnya, siswa baru SPN Polda Lampung bernama Advent Pratama Telaumbanua meninggal dunia saat tengah menjalani pendidikan di SPN Polda Lampung, Selasa (15/8/2023) lalu.
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Umi Fadilah Astutik mengatakan, hasil diagnosa RS Bhayangkara Polda Lampung bahwa Advent mengalami henti jantung atau henti napas.
Sementara Ayah Advent, Ifon mengaku kaget setelah melihat jenazah sang anak ditemukan sejumlah luka tak wajar pada tubuhnya. Luka-luka tersebut terdapat di beberapa bagian wajah hingga tubuh sang anak di antaranya luka robek maupun luka memar.
Atas dasar tersebut, pihak keluarga Advent membantah pernyataan Polda Lampung yang mengatakan korban terjatuh melainkan penganiayaan berat.
Editor: Nani Suherni