Dia juga mengatakan, saat menjabat ketua umum Kadin Jatim tahun 2012-2014, dia menggagas program misi dagang antarprovinsi. Bekerja sama dengan Pemprov Jatim, misi dagang Jatim membuka etalase produk di kantor-kantor perwakilan Pemprov Jatim di beberapa provinsi dan membuka forum temu bisnis, B to B. Hasilnya sangat signifikan untuk meningkatkan arus distribusi barang dari Jatim ke beberapa provinsi lain.
"Ini artinya koordinasi antara Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian harus lebih kuat. Pemprov Lampung harus proaktif koordinasi ke dua kementerian itu. Duduk bersama, pecahkan persoalan. Nanti senator asal Lampung akan membantu," katanya.
Sementara menyinggung soal pendekatan mikro, La Nyalla tegas mengatakan jika ada masalah di tingkat mikro, berarti ada distorsi di lapangan. Hal itu umumnya disebabkan adanya penguasaan sektor hulu dan hilir oleh korporasi yang tidak terkontrol atau dalam bahasa sederhananya kartel.
"Memang tidak dilarang pabrik pengolahan punya kebun besar sendiri, seperti pabrik gula punya kebun tebu, pabrik kelapa sawit punya kebun sawit. Tetapi harus diatur. Tidak boleh ada praktik kotor. Itu prinsipnya."
"Karena itu kembali ke awal tadi, petani harus jadi subjek dari program ketahanan pangan nasional. Mustahil Indonesia memiliki ketahanan pangan jika petani, peternak dan nelayan hidup susah," katanya.
La Nyalla juga menegaskan, semua aturan harus berpihak ke subjek. Ada petani plasma, ada petani binaan, ada kelompok tani dan sebagainya. "Ini harus menjadi komitmen dan landasan berpikir kita semua. Termasuk para senator yang mewakili daerah. Terutama tentu eksekutif sebagai pelaksana kebijakan," ujarnya.
Editor : Maria Christina
Artikel Terkait