"Karena panik, kita dibawa sembunyi oleh teteh. Saya nggak tahu nama aslinya, dibawa ke ruangan bawah tanah," kata NA.
Usai berhasil lolos dari penggerebekan tersebut, lanjut NA, dia dan korban lainnya diperintahkan untuk berkemas karena akan dibawa ke Lampung.
Keberangkatan menuju Lampung itu juga dilakukan secara terpisah. Ada yang diangkut menggunakan mobil berisi enam orang.
"Di sebuah SPBU sebelum Pelabuhan Merak, Banten, saya dan korban lainnya dikumpulkan dan diangkut menggunakan bus menuju Lampung," kata NA.
NA melanjutkan, pengawas yang ikut bersama mereka melarang dia dan para CPMI lainnya untuk turun dari bus selama penyeberangan.
"Di atas kapal itu kita semua dilarang untuk turun dari bus, tapi kami berontak karena kami ingin buang air kecil," lanjut NA.
Setelah diperbolehkan turun dari bus, pengawas perempuan itu bahkan ikut masuk ke kamar mandi untuk mengawasi.
Perjalanan darat itu lalu berakhir di sebuah rumah besar tidak terurus yang belakangan di ketahui milik oknum polisi yang berada di Jalan Padat Karya, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandarlampung.
Saat berada di rumah besar itu, tutur NA, salah seorang warga sekitar sempat bertanya apakah mereka rombongan siswa sekolah atau tenaga kerja wanita (TKW).
"Saat ditanya oleh warga, salah seorang dari kami ada yang jawab TKW," ucap NA.
Editor : Nur Ichsan Yuniarto
Artikel Terkait