Alamat Fiktif Perusahaan Pemenang Tender Proyek Jalan di Lampung, Diduga Ada Persekongkolan

BANDARLAMPUNG, iNews.id - Polemik perusahaan pemenang tender proyek rekonstruksi jalan di Lampung yang diduga menggunakan alamat fiktif terus berlanjut. Kali ini, giliran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Wilayah II Lampung angkat bicara.
Kepala KPPU Kantor Wilayah II Lampung Wahyu Bekti menduga adanya persekongkolan pada pelaksanaan lelang tender jalan bernilai miliaran rupiah tersebut. Dugaan persengkongkolan ini bisa terjadi baik secara vertikal ataupun horizontal.
"Saya mengutip kata-kata Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setia Budi tentang bagaimana cara mengukur sebuah tender itu benar atau tidak bisa dilihat dari perbandingan jumlah peserta yang mendaftar dan dokumen penawaran," kata Wahyu, Kamis (25/5/2023).
Wahyu mencontohkan, jika pada suatu lelang ada 20 hingga 30 perusahaan yang mendaftar, lalu hanya 2 atau 3 perusahaan yang nantinya memasukkan penawaran, berarti ada yang salah. Artinya ada ketidakberesan.
Menurut dia, dalam isu yang sedang berkembang saat ini, kuat dugaan ada perusahaan yang menang namun dipinjam benderanya oleh perusahaan yang lebih besar.
"Kami belum masuk ke sana, karena kami menunggu ada pengaduan ke kami, tapi apabila dari pemberitaan saja benar adanya bahwa alamat itu palsu, kita bisa bilang kalau CV yang menang itu dipinjam benderanya," ungkap Wahyu.
"Sebenarnya KPPU bisa berinisiatif menelusuri tapi kami masih menunggu arahan dari pusat terhadap isu-isu ramai di kanwil masing-masing, kami juga akan melaporkan dan menindaklanjuti," lanjutnya.
Wahyu menegaskan, jika memang ada perusahaan yang meminjam bendera terhadap perusahaan yang memenangkan tender bisa dipastikan bahwa itu merupakan bentuk persengkongkolan.
Dia menjelaskan, hal tersebut diatur dengan Undang-Undang Nomor 5 Pasal Tahun 1999 dan Pasal 22 tentang larangan persengkongkolan dalam tender yang dimana pihak-pihak dilarang bersekongkol untuk memenangkan peserta tertentu dalam suatu tender.
"Pinjam bendera adalah salah satu adanya indikator persengkongkolan, itu pasti. Bicara subkon, setau kami dalam aturan itu hanya berlaku untuk pekerjaan minor bukan major, tapi kalau major disubkonkan pasti ada pengerjaan yang salah. Misalnya, kalau membangun proyek jalan satu paket, jika yang dikerjakan selokannya atau gorong-gorongnya itu adalah minor dan jalannya pekerjaan major," jelas dia.
Wahyu mengungkapkan, jika memang adanya persengkongkolan peminjam bendera perusahaan yang terjadi dalam lelang tender proyek pengerjaan jalan tersebut, akan ada dampak buruk pada pengerjaan jalan yang diklaim Pemerintah Provinsi telah dikerjakan.
"Jelas ada dampaknya, pertama sudah pasti jika ada praktik persengkongkolan, kami bisa menjamin kualitas pekerjaan sangat rendah dan Kedua, pasti akan diiringi mark up, hingga adanya kerugian negara. Ini pasti selaras dan sejalan," pungkasnya.
Editor: Nur Ichsan Yuniarto