Semakin meriah Pada muktamar di Menes Banten, penyelenggaraan semakin meriah karena sudah terbentuknya GP Ansor dan Muslimat NU yang turut serta dalam acara tersebut. Muktamar ke-14 di Magelang dihadiri hampir semua wakil organisasi seperti PB Muhammadiyah, PII, PDPP, JIB, wakil pemerintah, pamong praja, polisi, dan wakil Adviseur Voor Inlandcsche Zaken dan para priyayi.
Rapat umum yang digelar di Lapangan Tidar dihadiri lebih dari 50 ribu orang. Muktamar di Medan tahun 1956 diliputi suasana mencekam mengingat saat itu Kota Medan dikuasai Dewan Gajah yang dipimpin Kolonel Simbolon. Akan tetapi, dapat selesai dengan baik.
Demikian pula Muktamar Cipasung (ke-29) di bawah bayang-bayang upaya intervensi penguasa Orde Baru sehingga suasana muktamar juga sangat “panas”. Sampai tahun 1951, muktamar diselenggarakan tiap tahun, kecuali antara 1941-1946 ketika pendudukan Jepang.
Tidak setiap muktamar pada masa itu dilakukan pergantian pengurus. Akan tetapi, lebih untuk membahas masalah keagamaan dan kemasyarakatan. Awalnya, penyelenggaraan muktamar menggunakan pedoman bulan Hijriyah dan ditetapkan pada bulan Rabi’uts Tsani.
Jika ini dihitung dalam bulan Masehi, penyelenggaraan muktamar kurang dari satu tahun. Karena penyelenggaraan muktamar dilakukan setiap tahun, maka sudah ditunjuk ketua NU penyelenggara muktamar yang tugasnya bekerja menyukseskan muktamar tersebut.
Penyelenggaraan muktamar berjalan dalam rentang 5 tahunan setelah Muktamar ke-26 di Semarang tahun 1979 sampai sekarang. Sebagai kota kelahiran NU, Surabaya merupakan kota tempat penyelenggaraan muktamar paling banyak (6 kali), diikuti Jakarta (3 kali), Solo (3 kali), Semarang (2 kali), Bandung (2 kali), sedangkan kota lainnya baru satu kali.
Editor : Kastolani Marzuki
Artikel Terkait